Kamis, 17 Desember 2015

Untuk Sahabat

Sahabat...

Rezeki tak kan pernah tertukar.
Walau ke gunung kau kejar.
Bila itu bukan bagianmu,
tak akan pernah ada untukmu.


Namun bukan karena terjatah,
lalu tak perlu kerja dan berbenah.
Bekerja jadikan ladang ibadah.
Mencari ridla-Nya tentu kan indah.


Bila semua memandang ke atas.
Tentu diri takkan pernah puas.
Urusan dunia melihat ke bawah.
Terus bersyukur, rezeki kan ditambah.


Jangan pernah mengira rezeki sebatas harta berlimpah.
Karunia sehat rezeki berkah, tentulah indah.


Devy Nadya Aulina
Rabu, 17 Desember 2014 (repost status FB-ku setahun lalu).
Kamis, 17 Desember 2015.

Untuk Sahabat

Sahabat ....

Rezeki tak kan pernah tertukar.
Walau ke gunung kau kejar.
Bila itu bukan bagianmu,
tak akan pernah ada untukmu.


Namun bukan karena terjatah,
Lalu tak perlu kerja dan berbenah.
Bekerja jadikan ladang ibadah.
Mencari ridla-Nya tentu kan indah.


Bila semua memandang ke atas.
Tentu diri takkan pernah puas.
Urusan dunia melihat ke bawah.
Terus bersyukur, rezeki kan ditambah.


Jangan pernah mengira rezeki sebatas harta berlimpah.
Karunia sehat rezeki berkah, tentulah indah.


Rabu, 17 Desember 2014 (repost status FB-ku setahun lalu).
Kamis, 17 Desember 2015.
‪#‎UntukSahabat‬

Kamis, 15 Oktober 2015

Kekuatan Hijrah (The Power of Hijrah)


Pesan suami saat saya mengantarnya dan Si Bungsu ke depan rumah. Mereka akan beraktifitas pagi ini. Yang satu mencari nafkah di kantor, yang satu menimba ilmu di sekolah.
 
"Cari uang enggak masalah, tapi jangan sampai cara cari uang yang jadi bikin masalah."
 
Hi hi hi ... dalam sekali kata-katamu, Mas, kataku dalam hati. Kemudian saya memujinya yang terlihat gagah bila mengenakan pakaian batik atau pakaian dinas. Hemmm ... siapa lagi yang mau memuji kalau bukan istrinya, kan?
 
"Mas, koq, gagah dan ganteng, ya, kalau pakai batik?" seringkali saya menyatakan itu, dan saya ungkapkan dengan tulus.
 
"Gini, lho, Neng. Saya ini sebenarnya dari dulu ..," katanya menggantung sambil senyum-senyum.
 
"Ganteng ..?" sambarku.
 
"Bukan saya, lho, yang ngomong. Sudah, ya, Neng, saya berangkat dulu," pamitnya.
 
"Nda, berangkat, ya. Assalamu 'alaikum," pamit Si Bungsu. Nda kependekkan dari Bunda, panggilan sayang dari anak-anak.
 
"Wa 'alaikum salam wa rahmatullah,” saya menjawab sambil melambaikan tangan.
 
Memaknai Hakikat Hijrah
 
Kembali masuk rumah dan menutup pintu setelah mereka hilang dari tatapan. Merenungkan kembali nasihat-nasihat suami akan arti bersyukur, kesederhanaan serta hakikat kehidupan sebenarnya.
 
"Neng, kalau kita enggak pandai bersyukur, ingat adzab Allah sangat pedih," katanya sambil menyitir satu ayat berikut artinya.
 
Tentu saja saya paham dan hafal ayat dan maknanya. Tapi hafal dan paham saja akan percuma bila tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Belajar banyak dari suami tentang banyak hal. Mudah diucapkan dan dituliskan, tapi sulit diterapkan bila hati tidak ikhlas dan terlalu cinta dunia.
 
Menginjak hari kedua bulan Muharam peninggalan tahun baru Hijriyah ini, masih banyak yang perlu dibenahi. Hijrah yang harus lebih luas saya artikan. Hijrah bukan hanya sekadar dimaknai pindah. Hijrah berarti hidup harus semakin dewasa, harus semakin bersyukur, bersabar dan semakin menebarkan kasih sayang. Hijrah yang berarti diri ini harus lebih banyak menebarkan manfaat dan kebaikan.
 
Tidak ada hijrah untuk keadaan yang lebih buruk. Tidak lebih malas, tidak lebih banyak membuang waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Tidak juga lebih boros membelanjakan sesuatu untuk hal-hal yang tidak berguna.
 
(Ya Allah ... air mata tak kuasa saya bendung saat menuliskan semua ini).
 
Begitu luas kasih sayang-Mu ya Rabb untuk kehidupan kami. Sehatnya diri dan keluarga merupakan rezeki dan nikmat yang sangaaat ... besar. Oksigen yang dengan bebas kami hirup, sementara saudara-saudara kami di Sumatera dan Kalimantan mendapatkannya dengan begitu mahal. Langit biru cerah kami nikmati setiap hari. Sementara makhluk serakah membuat langit hitam penuh asap demi keuntungan pribadi. Sudahkah diri ini hijrah dari suka mengeluh menjadi lebih banyak bersyukur? Sudahkah diri ini pindah dan ber-hijrah dari sikap pendendam menjadi sikap yang pemaaf? Hanya bisa bermuhasabah, sejauh manakah diri ini hijrah.
 
Semoga kita bisa memaknai hijrah dengan arti yang sebenarnya.
 
Kota Angin, 2 Muharam 1437 Hijriyah (15 Oktober 2015).
 
Foto dari grup whatsapp
 

Selasa, 13 Oktober 2015

Melesatkan Kekayaan Lokal.


Pernah merasa buntu ide ketika ingin memulai bisnis? Sebagian besar pasti menjawab pernah. Hal itu mungkin terjadi karena membandingkan bisnis kita dengan bisnis orang lain. Melihat bisnis orang lain berkembang pesat, kenapa bisnis saya koq, adem-ayem saja?

Passion setiap orang tidak sama. Bisnis yang sukses dijalankan seseorang belum tentu cocok untuk kita. Sudah melirik kekuatan lokal?
Apa sih, kekuatan lokal. Saya ingin membahasnya dari dua sisi. Lokal dalam arti melihat kekuatan diri sendiri. Ya, passion, seperti sudah saya tuliskan di atas. Kekuatan lokal dari sisi lain, melihat potensi daerah di mana kita tinggal.

Passion. Banyak yang belum bahkan mengenali passion dirinya. Padahal passion bisa dikembangkan dimulai dari apa yang diminati (hobi). Walaupun belum tentu hobi akan menjadi passion.
Saya merasa, passion saya menulis dan berbisnis. Saya menyukai dua aktifitas ini sejak SD. Tidak ada keturunan dalam keluarga yang menekuni kedua bidang ini. Sederhananya, kalau aktifitas ini saya tinggalkan, saya bisa mati gaya.

Sejak SMP kelas satu saya bisa punya uang jajan sendiri dari aktifitas menulis. Honor sekali pemuatan puisi saat itu (tahun 1986) di majalah Sahabat Pena sebesar Rp10.000,00. Sementara uang saku bulanan hanya Rp15.000,00 untuk satu bulan. Itu sudah termasuk untuk ongkos angkutan kota. Terpaksa harus ngirit kalau ingin jajan di atas Rp500,00. Itu di luar kalau orang tua mentraktir jajan atau makan di luar.

Sampai sebelum menikah, jualan saya Alhamdulillah lancar. Saya bikin apa pun pasti laku dan ada yang pesan. Tas rajut, kue kering, black forest dll.
Setelah menikah, tak pernah menyangka akan tinggal di kota kecil. Tak ada kenalan dan saudara. Bisnis saya dimulai lagi dari nol. Pernah jualan kain dan baju yang didatangkan dari Bandung. Saat itu penjualan lancar, meskipun dengan sistem bayar tempo. Tapi akhirnya berhenti, karena Mama yang biasa mengirimkan barang, pensiun dari PNS dan megasuh cucu (keponakan).

Saat itu belum musim online shop (2003). Saya menyambi bisnis direct selling yang penjualan saat itu lumayan. Putri sulung pun saya bawa ke mana-mana saat presentasi bisnis karena tak ada yang mengasuh. Sempat berhenti karena hamil anak kedua tahun 2005.
Ingin mulai lagi bisnis fashion seperti tahun 2003, tapi dalam perhitungan bisnis saya, akan membutuhkan modal yang besar bila saya sebagai produsen. Akhirnya saya melirik potensi lokal yang dua tahun lalu belum begitu dilihat.

Ya, jualan sambal pecel secara online. Kenapa saya memilih online? Karena di tempat saya tinggal sudah banyak yang jual sambal pecel. Di sini saya mulai mengembangkan kekuatan lokal walaupun kemudian saya terus berinovasi.
Dengan serangkaian riset (penelitian) dan trial and error (uji coba), saya menjalani bisnis sebagai produsen Sambal Pecel "Mbak Vy". Dari awalnya hanya satu varian rasa, hingga kini punya tiga varian rasa.

Sambal Pecel "Mbak Vy"


Testimoni konsumen sebagai media promosi yang murah

Orang akan lebih percaya pernyataan konsumen daripada penyataan produsen. Kumpulan testimoni dari sahabat, merupakan promosi yang ampuh untuk saya. Tiba-tiba ada yang inbox melalui FB, whatsapp untuk memesan. Alhamdulillah.

Testimoni konesumen


Testimoni di atas hanya satu dari sekian banyak testimoni yang masuk

Kini saya memutar otak lagi melihat potensi lokal lain. Tidak jauh-jauh, ada di kebun sendiri. Melihat sebelas tandan pisang menanti suluh (matang pohon), klaras (daun pisang kering), pelepah pisang yang siap teronggok. 

Melihat ini, saya tak mugkin bekerja sendiri. Saya membutuhkan jiwa-jiwa kreatif untuk membantu mengolah semuanya. Menciptakan lapangan kerja baru untuk lingkungan sekitar. Mengolah limbah alam menjadi sesuatu yang bernillai ekonomi. Dimulai dari rumah.

‪#‎SambalPecelMbakVy‬ ‪#‎CreativeMompreneurAndWriterpreneur‬ ‪#‎GriyaKreatifDevita‬ ‪#‎RumahKreatifDevita‬

Rabu, 23 September 2015

Tahu Telur Saus Kacang


Bahan:
*4 buah tahu, potong kubus kecil
*2 butir telur ayam kocok lepas
* 2 sdm tepung terigu
* 50 ml air
* 2 siung bawang putih haluskan
*garam halus
*sedikit merica
*penyedap rasa ayam bila suka
*daun bawang satu batang besar, iris halus.
*Minyak goreng untuk menggoreng tahu telur.

Cara Membuat:
Campur semua bahan. Lalu goreng dalam minyak panas dengan ukuran dua sendok makan hingga kuning keemasan. Hidangkan dengan saus kacang.

Saus kacang:
* Sambal Pecel "Mbak Vy"
(varian rasa disesuaikan selera)
* Seujung sendok makan bumbu petis udang (bila suka)
* Keduanya larutkan dengan air hangat sesuai kekentalan yang diinginkan

Pelengkap:
*Taburan bawang merah goreng

Catatan:
Tahu telur saus kacang ini bisa disajikan dengan nasi putih hangat atau lontong.
Tahu Telur Saus Kacang (foto: doc. pribadi)
— di Nganjuk Kota Angin.

Kamis, 28 Mei 2015

Dengan Bersyukur, Nikmat Allah SWT Tak Terukur

Kemarin siaturrahiim dengan beberapa sahabat. Saya selalu menjalin silaturrahiim dengan mereka yang terputus. Seandainya ada kesalah pahaman bisa diluruskan dengan bertabayyun.
Dari percakapan itu, saya merasa harus semakin pandai bersyukur. Ternyata selama ini dari kita banyak sawang-sinawang. Melihat rumput tetangga lebih hijau dari tanaman di rumah sendiri. Tetangga pun melihat hal yang sama dengan kita.
Apapun bila tak disyukuri, manusia selalu saja merasa kurang. Sudah mendapatkan satu ingin mendapatkan yang lain. Tak pernah merasa puas.
Lautan hikmah kehidupan begitu dalam dapat diselami. Kita bisa belajar dari siapa saja, bahkan dari seorang anak kecil. Semua berpasangan dan berputar. Tak ada yang abadi. Ada pasang dan surut, hitam dan putih, suka dan duka, bangkit dan jatuh.
Banyak manusia membangun mimpi dan berhasil mewujudkannya. Namun semua itu tak akan terjadi bila tak ada campur tangan Sang Pemilik Kehidupan. Semua atas izin Allah SWT.
Manusia seringkali tak sabar menjalani tahapan kehidupannya. Dicoba dengan ujian, langsung terpuruk. Padahal bila ia sabar dan mencoba bangkit, Allah akan mengangkat derajatnya ke tingkat yang lebih tinggi.
Diingatkan tausyiah seorang Ustadz beberapa waktu lalu.
"Hidup itu ada di antara waktu sholat ke waktu sholat lainnya. Bekerja itu pengisi waktu di antara waktu sholat."
"Tidak Aku ciptakan jin dan manusia, hanya semata untuk beribadah kepadaKu," firman Allah dalam Al-Qur'an.
Dunia bagi orang beriman seperti menggenggam bara api. Mengejarnya seperti meminum air laut. Bertambah haus bila meneguknya.
Bersyukur ... bersyukur dan bersyukur. Maka Allah akan mencukupkan nikmat-Nya dan akan ditambah-Nya.

Senin, 18 Mei 2015

Bersyukur Dari Hal Yang Kecil

Ini cerita hari Sabtu lalu. Mumpung suami dan anak-anak libur. Kami jalan-jalan ke Madiun. Menyenangkan anak-anak yang bosan liburan di rumah terus. Tujuan kami ke mall yang memang ada permainan anak sekaligus toko buku.
Tujuan Bunda apalagi kalau bukan Gramedia. Masih di gedung yang sama. Bunda dan Kakak melangkah ke rak buku yang berbeda. Mengamati judul-judul buku yang masih diminati saat ini. Sementara Ayah dan Reza di stand compact disk.
Bosan lihat-lihat buku, kami beranjak ke luar. Hemmm ... sama-sama perempuan, mata ini tertambat pada aksesories. Bunda melihat tas dan dompet, sementara Intan asyik memilih jam tangan. Lumayan harganya sedang diskon.
Bunda membeli tas? Oh ... enggak, Bunda cuma senang lihat-lihat saja. Karena di rumah pun Bunda jualan tas dan dompet.
"Nda, bagus mana yang pink atau yang putih?" Intan meminta persetujuan Bunda untuk ikut memilih.
"Bunda suka yang putih," tukas Bunda.
"Aku juga suka yang putih, tapi kegedean."
"Mbak, jam tangan ini bisa dikecilkan?" tanya Bunda dijawab anggukan penjaga stand.
Sambil mengamati wanita muda ini bekerja, saya bertanya, "Tutupnya jam berapa, Mbak?"
"Jam sembilan, Bu," jawabnya.
"Sampean kerja dari jam berapa?" tanya Bunda lagi.
"Dari jam sepuluh pagi, Bu," jawabnya lagi.
"Enggak ada libur?"
"Liburnya sebulan dua kali, Bu," jawabnya lagi seraya menyerahkan jam tangan pada Intan.
Intan langsung mengenakan jam tangan yang sudah dikecilkan itu seraya menyodorkan selembar lima puluh ribuan.
Hemmm ... walaupun pekerjaan mompreneur nyaris tak ada libur, hati ini masih tersirat rasa syukur. Karena masih bisa mengatur sendiri libur dan selalu bertemu suami dan anak-anak.

Rabu, 13 Mei 2015

Untuk Pahlawan Devisa

Sudah beberapa bulan ini saya dan beberapa orang sahabat penulis berbagi ilmu kepenulisan pada para pahlawan devisa. Walaupun kemampuan saya masih seadanya, bukan berarti saya mengendapkan ilmu yang saya tahu. Saya ingin ilmu yang saya peroleh dapat mengalirkan manfaat sepanjang hidup saya.



Mungkin untuk mereka yang sudah mahir, apa yang saya ketahui hanya seujung kuku. Tapi ketika ilmu itu sampai pada orang yang belum tahu.., Masya Allah, sangat terasa ingin selalu menambah ilmu dan membagikannya kembali.

Mungkin saat ini secara finansial dari hasil menulis belum terlihat. Tapi amal yang terus mengalir adalah warisan tak ternilai untuk anak-anak saya.
Ya... amal berupa ilmu bermanfaat. Bukan warisan berupa harta yang saya tinggalkan untuk anak-anak saya kelak.

Sering saya sharing bersama penulis senior yang ikhlas berbagi. Dari mereka saya berguru untuk terus berbagi ilmu.

"Saya akan memudahkan orang yang ingin menjadi penulis," kata seorang penulis senior pada suatu work shop yang saya ikuti.

 "Kalau Teh Devy ikhlas berbagi, Insya Allah suatu saat ada kemudahan yang didapat," kata penulis senior lainnya.

"Mbak Devy masih menulis?" Sapaan hangat yang masuk di telepon genggam atau inbox dari penulis yang sekaligus guru menulis fiksi, memacu semangat. 

Rezeki dari menulis untuk saya bukan hanya apa yang masuk pundi-pundi. Tapi bagaimana menjadikan banyak orang yang bercita-cita menjadi penulis, menjadi penulis betulan. Memberikan pencerahan kalau menulis itu bisa menghasilkan bukan sekadar hobi.

Impian yang lain, saya ingin para Pahlawan Devisa itu kembali ke tanah air. Dekat dengan keluarga, agar mereka bisa selalu memeluk buah hati mereka.

Dan.., saya tetap belajar dan berjuang untuk mewujudkannya.

Minggu, 10 Mei 2015

Untuk Pahlawan Devisa

Sudah beberapa bulan ini saya dan beberapa orang sahabat penulis berbagi ilmu kepenulisan pada para pahlawan devisa. Walaupun kemampuan saya masih seadanya, bukan berarti saya mengendapkan ilmu yang saya tahu. Saya ingin ilmu yang saya peroleh dapat mengalirkan manfaat sepanjang hidup saya.

Mungkin untuk mereka yang sudah mahir, apa yang saya ketahui hanya seujung kuku. Tapi ketika ilmu itu sampai pada orang yang belum tahu.., Masya Allah, sangat terasa ingin selalu menambah ilmu dan membagikannya kembali.

Mungkin saat ini secara finansial dari hasil menulis belum terlihat. Tapi amal yang terus mengalir adalah warisan tak ternilai untuk anak-anak saya.

Ya... amal berupa ilmu bermanfaat. Bukan warisan berupa harta yang saya tinggalkan untuk anak-anak saya kelak.

Sering saya sharing bersama penulis senior yang ikhlas berbagi. Dari mereka saya berguru untuk terus berbagi ilmu.

"Saya akan memudahkan orang yang ingin menjadi penulis," kata seorang penulis senior pada suatu work shop yang saya ikuti.

"Kalau Teh Devy ikhlas berbagi, Insya Allah suatu saat ada kemudahan yang didapat," kata penulis senior lainnya.

"Mbak Devy masih menulis?" Sapaan hangat yang masuk di telepon genggam atau inbox dari penulis yang sekaligus guru menulis fiksi, memacu semangat. 

Rezeki dari menulis untuk saya bukan hanya apa yang masuk pundi-pundi. Tapi bagaimana menjadikan banyak orang yang bercita-cita menjadi penulis, menjadi penulis betulan. Memberikan pencerahan kalau menulis itu bisa menghasilkan bukan sekadar hobi.

Impian yang lain, saya ingin para Pahlawan Devisa itu kembali ke tanah air. Dekat dengan keluarga, agar mereka bisa selalu memeluk buah hati mereka.

Dan.., saya tetap belajar dan berjuang untuk mewujudkannya.


Sabtu, 28 Februari 2015

Karena Cinta-Nya

Ketika mata tersilap dengan dunia.
Terkagum hanya yang kasat mata.
Menumpuk kemewahan, memeras tenaga.
Namun tak faham ke mana tujuannya.


Cinta-Nya dan cintamu menggugah asa.
Menyadarkan makna hidup yang fana.
Rezeki tak selalu berupa harta.
Dunia hanya persinggahan pelepas dahaga.


Mengumpulkan rupiah tak membuatmu lelah.
Satu jam tilawah membuatmu resah.
Tiga jam dunia maya membuatmu betah.
Saudara mengingatkan, amarah membuncah.

Bekerja, belajar dan bermuamalah.

Apalagi tujuan hidup selain beribadah.
Baik bukan berarti tak pernah salah.
Selalu meminta petunjuk kepada Allah.

Mendapat rezeki halal dan berkah.
Akhir hidup khusnul khotimah.

Selasa, 20 Januari 2015

Guru Bukan Cita-cita. Tapi...

Menjadi PJ (penanggung jawab) kelas menulis online sejak akhir 2013. Mulai dari pendaftaran, menerima transferan para peserta, membuka dan memandu kelas. Hingga menjadi asisten ketika mentor berhalangan. Semua mengasah kesabaran.

Dari situ kemampuan memandu kelas dunia maya terasah. Ada yang enggak sabaran, sopan, friendly, pasif dan aktif di kelas. Romantika yang selalu membuat rindu.

Memandu kelas online adalah memindahkan kemampuan public speaking ke dalam bahasa tulisan. Bagaimana bahasa tulis dapat dengan mudah dipahami.
Tentu setiap individu mempunyai gaya sendiri. Ada yang serius, ada pula yang ceria menyemarakkan suasana.

Sampai akhirnya saya diamanahi mengisi seminar bisnis online, yang pesertanya sampai 80 orang. Semua karena adanya permintaan. Hingga membuat kelas online sendiri pun karena adanya permintaan.

Berbicara di depan banyak orang (public speaking), bukan hal baru bagi saya. Saya memulainya sejak SD.
Menjadi pembawa acara dan presentasi, pengalaman yang sangat menyenangkan.
Semua menjadi bagian dari belajar-mengajar. Aktifitas yang tidak lepas dari masa kecil saya. Bermain guru-guruan.

"Kakak mah ti bubudak teu resep kana boneka. Resepna guguruan," begitu selalu kata Mama pada sanak-famili.

"Kamu punya bakat jadi dosen, Vy," kata Papa sesaat setelah saya ujian sidang skripsi.

Menjadi guru bukan cita-cita saya. Tetapi aktifitas mengajar sudah saya lakukan sejak dini. Bahkan kini... mungkin juga sampai nanti.

Salah Satu Sesi Public Speaking. Foto: dokumen pribadi

Rabu, 14 Januari 2015

Sambal Goreng Udang ala Bunda Vy

Walaupun saya tidak pandai memasak, saya suka sekali memasak. Saya suka turun ke dapur sejak SD.

Saya harus memasak setiap hari. Setidaknya harus masak nasi. Saya memasak nasi tidak pakai alat moderen. Tetap ditanak seperti biasa. Atau dengan cara ditim, supaya tanak. Karena suami tidak suka ternyata nasi dari magic com.

Udang termasuk lauk hewani favorit saya dan Si Sulung Intan. Saya share resep sederhana udang favorit saya.

Bahan:
500 gram udang ukuran sedang.

Bersihkan kulit dan kepalanya. Cuci bersih. Lumuri sedikit perasan jeruk nipis.


Bumbu halus:
3 buah cabai merah (bisa ditambah kalau kurang pedas)
10 siung bawang merah
3 siung bawang putih
gula merah sesuai selera
garam halus (jangan ikut dihaluskan)
sedikit terasi matang



Bahan lain:
3 lembar daun salam dan 2 batang serai.
Sedikit minyak goreng untuk menumis bumbu halus
1 papan petai, ambil buahnya
1 buah cabai merah. Iris serong



Cara Membuat:
1. Tumis bumbu halus hingga harum bersama daun salam dan serai yang sudah dimemarkan.
2. Masukkan udang. Tambahkan sedikit air matang. Tambahkan cabai merah iris. Masak hingga matang. Jangan terlalu lama, agar udang tidak alot. Matikan api. Taburi garam halus. Aduk rata
3. Ambil udang setengah bagian. Setengah bagian lagi tambahkan petai.



Hemm... yummy. sambal goreng udang buatan Bunda Devy Nadya Aulina siap disajikan. Dimakan denan nasi hangat. Mak nyuuus...

Sambal Goreng Udang ala Bunda Vy