Selasa, 15 Januari 2013

TERUSLAH MENULIS


 Anak-anak begitu cepat belajar. Bagai mengukir di atas batu. Dua tiga kali latihan hadrah komposisi pukulan tangan pada rebana terdengar harmonis. Saya mendengarkan
dari kamar saya yang kebetulan bersebelahan dengan masjid.
Jadi ingat kami ibu-ibu yang bergabung dalam organisasi istri pegawai, setahun lalu latihan dua kali selama sebulan tidak jadi-jadi karena begitu sulitnya mengumpulkan orang dan penabuh inti sering berganti. Belajar semasa dewasa bagai mengukir di atas air. Sulit, tapi bukan berarti tidak bisa. Yang diperlukan adalah ketekunan, kedisiplinan dan mau terus belajar dan mencoba.
Demikian juga dalam dunia tulis menulis. Menulis adalah dunia lama saya sejak usia 8-9 tahun. Saya masih ingat walau tidak terdokumentasikan, puisi saya berjudul "Sapu Tangan Dari Netherland" dan cerpen pertama saya "Sepedaku" mendapat pujian ibu guru pada saat pelajaran bahasa Indonesia. Sebelumnya dalam perjalanan pelajaran mengarang, saya masih memakai kata-kata asing seperti Oom, Tante, Mama dan Papa untuk menyebut paman, bibi, ibu dan ayah, karena itulah panggilan saya pada beliau. Rupanya hal ini dikritik oleh ibu guru, dan membuat saya belajar dari situ hingga membuat saya mengarang dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hingga menghasilkan karangan berjudul ”Sepedaku” tadi pada pelajaran bahasa Indonesia.
Tapi sejauh itu saya belum pernah mengirimkannya pada media.
Bertahun-tahun puisi-puisi saya banyak menghiasi buku kenangan teman-teman. Puisi...menulis dan membacanya adalah dunia lama saya. Mulai berani mengirimkan puisi-puisi saya ketika kelas 6 SD, ketika membaca majalah Sahabat Pena. Saya orangnya serba ingin tahu dan belajar hal-hal yang baru, bertemu pengasuh rubrik sastra pada majalah tersebut di Museum Pos dan Giro Bandung. Padanya saya mengatakan saya senang menulis puisi, yang diminta oleh beliau mengirimkan di majalah yang diasuhnya.
Empat puisi tulisan tangan saya serahkan pada beliau. Dan saya melupakannya. Hingga suatu saat, saya masih ingat ada 4 lembar surat dari orang-orang yang tidak saya kenal tergeletak di meja ruang tamu. Ketika saya membaca surat-surat itu, dari situ saya tahu 4 puisi pertama yang saya kirim ke media dimuat semua. Terkejut, senang dan bingung.
Keesokan harinya ada beberapa surat lagi. Kebingungan saya, karena surat-surat itu mengharap balasan dan foto. Sementara uang saku pada saat itu tidak cukup untuk membeli perangko. Sampai SMA yang sekarang berganti nama menjadi SMU, saya menulis puisi dan selalu mengirimkan pada majalah Sahabat Pena dan sering dimuat. Hingga terhenti cukup lama...10 tahun saya tidak pernah mengirimkan pada media.
Puisi dengan semua kesederhanaan kata dan gaya bahasanya adalah dunia saya. Saya terus menulis hanya dengan tulisan tangan. Hingga kemudahan teknologi muncul, saya mencoba mengirim 2 resep masakan tahun 2003 pada alamat email direct selling yang bisnisnya menjadi selingan saya dalam aktifitas sebagai ibu rumah tangga. Saya waktu itu ikut mengetik dari kantor suami dan mnemaninya kerja lembur.
Dua resep masakan yang saya kirimkan walaupun tidak mendapat hadiah uang, saya mendapat hadiah 2 produk yang tidak dijual dalam katalog, yang untuk ukuran saya waktu itu termasuk sangat mahal. Senang tentu saja.

MENULIS DAN MENULIS SERTA FENOMENA FACE BOOK
Ternyata kecanggihan teknologi ini yang walaupun saya termasuk terlambat mengenalnya, saya dapat bertemu sahabat-sahabat lama saya, semasa sekolah dasar sampai kuliah. Kewajiban sebagai ibu rumah tangga mengharuskan saya mengikuti suami, membuat saya terpisah dengan masa lalu saya (teman dan saudara) di kota kembang. Yang membuat terharu saya bertemu seorang sahabat SD (Ratih Melia) dan sahabat SMP-SMA (Vera Ovelina Nd) yang meminta saya menuliskan kisah saya hingga terdampar di kota angin ini (ceileeee...terdampar begitu katanya). Dan Vera masih ingat sekali kalau saya suka menulis. Miss you so much Ver. Juga bertemu kembali dengan dua sahabat pena yang saya kenal sejak 1987 dan 1988, Kak Herna Suherna (Sukabumi-Jawa Barat), Kak Lita Nanda (Sumatera Selatan), Mas Hary Agiyanto (Blitar-jawa Timur), dan Kak Nur Laily (Sigli-Aceh). Mereka meminta pertemanan dengan saya karena dalam akun saya itu saya menggunakan nama asli saya yang mereka kenal.
Masih banyak kenangan indah yang terekam dalam memori yang ingin saya tuliskan lagi. Sementara semangat menulis saya saat ini begitu menggebu dan hanya bisa menulis sambil berbaring, tulisan ini kembali seperti dulu. Bila saat ide datang begitu tiba-tiba 3-2 tahun lalu hanya bisa mengetik bersambung terbatas 160 karakter, sekarang bisa agak lebih panjang dengan 520 karakter (walau masih terus bersambung di komentar). Tak ada alasan untuk tidak menulis. Motivasi itu yang selalu menguatkan saya untuk terus menulis. Walaupun ada yang tidak suka karena tulisan ini terlalu panjang di face book, setidaknya bisa berbagi dan dipetik hikmahnya bila bermanfaat.
Catatan: Tulisan ini hasil suntingan dari status saya di face book pada, Minggu 13 Januari 2013.

17 komentar:

  1. iya mba.. aku juga banyak banget yang ingin ditulis, eman-eman kalo sampe lupa..
    Btw knp hanya bisa menulis sambil berbaring mba? lagi sakitkah atau lagi ngatuk :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Duuuh kenapa balasan komentnya salah tempat ya. He he...terima kasih sudah mampir ya Mbak Rahmi.

      Hapus
  2. Kebetulan waktu itu saya sedang flu Mbak, jadi sambil berbaring. Alhamdulillah sekarang sudah sembuh.

    Saya memang OL lebih sering dari HP Mbak, bisa sambil berbaring kalau ngantuk. *_*

    Terima kasih sudah mampir ya Mbak.

    BalasHapus
  3. Semangat terus mbak..nulis dan ngeblog bisa jadi hiburan buat diir sendiri

    BalasHapus
  4. menulis kalo sudah dijadikan hobby, akan dijalani dengan enjoy mbak..
    semangaat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah tetap semangat. Terima kasih Mbak Dewi.

      Hapus
    2. Insya Allah tetap semangat. Terima kasih Mbak Dewi.

      Hapus
    3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  5. Setuju Mba Devy, banyak manfaat didapat dari menulis, otak selalu fresh, terapi jiwa, bisa mendapat materi dan juga teman.

    BalasHapus
  6. refreshing dengan menulis,kalau badmood langsung buka leptop,pasti jadi tulisan hehehe...
    salam kenal mak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal, Mak. Wah kalau saya bad mood malah langsung raih HP dan menulis dari HP. Maklum belum punya leptop. Kalau harus buka komputer dulu, ribet. He he he...

      Terima kasih ya sudah berkunjung.

      Hapus
  7. dengan terus menulis lama2 akan tajam tulisannya ya mak:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mak Erlina. Saya masih terus berlatih menulis.
      Terima kasih kunjungannya ya Mak.

      Hapus
  8. Setuju dengan semua komen emak2 keren di atas. Menulis itu bagaikan katalisator hidup. Katanya :-)

    BalasHapus