Senin, 31 Oktober 2016

PINDAH

Oleh: Devy Nadya Aulina
Gempita itu belum usai. Wangi melati dan sedap malam masih memenuhi setiap sudut kamarku. Masih lekat di setiap sudut ingatan yang terjadi dalam tiga hari ini.
"Dik, besok kita pulang. Sampaikan pada Mama," begitu kata-kata yang meluncur dari lelaki yang enam belas tahun lalu resmi jadi suamiku.
Dan ... Mama tak percaya aku harus meninggalkannya secepat itu. Tiga hari setelah aku dilepasnya  berganti status dari anaknya, menjadi isteri menantunya.
"Apa enggak bisa tinggal seminggu lagi, di sini?" Mama berusaha menahan.
"Enggak bisa, Ma. Cuti saya sudah habis," dijawabnya dengan sabar.
Kulihat kecewa di mata Mama. Aku tahu Mama sangat berharap aku untuk selalu berada di kota kelahiranku.
"Maaf, Ma. Saya besok pindah. Biar bagaimanapun suami harus diikuti. Saya enggak mau saya tinggal terpisah dengannya." Aku tahu Mama masih berusaha menahan.
"Ikutilah suamimu, dia pemimpinmu sekarang. Papa titip kamu pada suamimu."
Kali ini Papa yang masih mengerti apa yang ada di kepalaku.
***
Suara malam mulai sunyi. Terbayang wajah Mama. Aku merindukannya.
Kota Angin, 31 Oktober 2016.

4 komentar:

  1. Kisahnya pendek tapi menyentuh banget. Kebayang Ibu yg ikhlas melepas putrinya... hiks...Turut mendo'akan untuk Ibu ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih, Bu Hani.
      Terimakasih juga sudah mampir dan membaca tulisan saya.

      Hapus
  2. saya juga rindu orang tua di perantauan ini. Semoga Allah menjaga mereka ya mba...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Iya, Mbak Haeriah.
      Apa kaba? Lama kita enggak silaturrahiim via tulisan.

      Hapus