Jumat, 27 Juni 2014

Memaksimalkan Potensi Dari Rumah

Saya sering bertukar pendapat dengan suami mengenai profesi saya yang seorang ibu rumah tangga. Profesi ini memang pilihan saya sejak sebelum menikah.

Pilihan yang mengundang kontroversi. Di mana saat itu, di akhir tahun 1990-an, menjadi wanita yang berkarier di luar rumah, adalah pilihan. Justru tantangan terbesar dari ibu saya. Beliau ingin saya menjadi seorang pegawai kantoran.

Tahun 2000 saya menikah, kemudian mengandung dan mempunyai anak. Hari-hari saya habiskan untuk mengurus suami dan anak. Saya menikmati bagaimana menyusui dan memandikan bayi, memasak, mencuci baju dan menyetrika serta aktifitas lainnya.

Hingga pada tahun 2003, saya memulai hobi lama saya: berjualan dan menulis.

Bila sejak SD hingga SMA saya menulis puisi, tahun 2003 saya mulai menulis resep masakan untuk lomba. Alhamdulillah, dua kali saya ikut lomba menulis resep masakan selalu menang.

Waktu yang bergulir, berbisnis pun mengalami fluktuasi. Makin banyaknya pesaing membuat saya harus berinovasi dan mencoba sesuatu yang baru. Saya yang aslinya tidak bisa diam, senang bicara dan bertemu orang baru, menemukan metoda berjualan yang paling pas untuk saya.

MLM pun menjadi pilihan. Aneka presentasi saya jalani dengan suka dan senang. Saya bisa bertemu dengan banyak orang, berbagi ilmu dan kesukaan berbicara pun tersalurkan.

Namun roda selalu berputar. Walaupun sesuatu itu kita lakukan dengan suka, setiap pekerjaan pasti menemui kendala. Orang-orang yang suka dan tidak suka dengan apa yang saya kerjakan datang silih berganti.

Namun semua itu menjadikan saya bertambah kaya. Kaya dengan pengalaman, kaya dengan air mata dan kaya dengan tawa.

Hingga kini, berjualan (berbisnis) dan menulis tetap saya jalankan. Pasang surut dalam kedua dunia itu sudah saya rasakan.

"Neng, cobalah fokus. Saya melihat kamu berbakat menulis. Tulisanmu semakin bagus. Menulis aja untuk media kalau untuk menulis buku masih terasa sulit." Itu kata suami ketika saya minta pendapatnya.

"Lalu gimana dengan bisnis saya, Mas? Saya berat meninggalkan bisnis ini. Karena saya suka."

"Kalau rugi, kenapa mesti dipertahankan?" tanyanya lagi.

"Pelan-pelan aja, kamu enggak usah terpengaruh orang lain. Yang penting, fokus dulu dengan anak-anak. Bermanfaat untuk keluarga. Makin sering menulis, nanti kemampuan menulismu makin terasah."

***

Percakapan yang makin menguatkan saya untuk menjadi seorang penulis.

10 komentar:

  1. Subhanallah. Mba Devy memang suka menulis sejak SD, saya baru bulan kemaren "memaksakan" menyukai dunia ini. Semakin sering menulis ya Mba, biar saya membacanya dan tertular dengan tulisan yang renyah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. In Syaa Allah, Mbak Dhiah. Masih terus belajar menulis yang bagus. Terima kasih sudah mampir ya Mbak.

      Hapus
  2. Semoga bisa maksimal mengelola kemampuan menulisnya Mbak.. Btw, aku juga suka nulis lho..

    BalasHapus
  3. Salam kenal, Mbak. Saya juga punya hobi yang sama, suka sekali menulis. Kalau ada waktu, mari berkunjung ke rumah sederhana saya, Mbak; www.dikpa-sativa.blogspot.com

    Salam. :) :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal, Mbak Dikpa Sativa. Terima kasih sudah berkunjung. Nanti saya berkunjung ke blog-nya ya.

      Hapus
  4. makin sering nulis di blog atau media, makin terasah, mak. ayo semangat :)

    BalasHapus
  5. step by step mba..insya Allah bisa seperti kata Ila Rizky..saya bs nulis buku juga awalnya dari nulis di media massa dan blog eh blog saya dibaca editor beken dan diajak nls buku alhamdulillah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah tips dari Mbak Dedew harus dicoba nih. Bioar bisa jadi penulis beneran. Terima kasih sudah berkunjung, Mbak.

      Hapus